Ilusi Di PAPATAR dan Penguasa Humbang Hasudutan

 
Di Toru Ni Dolok Pinapan

"Keberhasilan seorang pemimpin dapat kita lihat dari seberapa besar perubahan pembangunan itu didaerah tertinggal. Tapi sekali pun banyak mengagungkan Beliau selama sepuluh tahun, aku justru tak melihatnya di PAPATAR"
-Azari Tumanggor (Anggota Gen PAPATAR)-

Indonesia sudah merdeka selama 72 tahun, sementara Humbang Hasundutan telah mekar dari Tapanuli Utara 14 tahun yang lalu. Kalau dihitung-hitung dari jumlah APBD pertahun, sudah harusnya tak ada masalah bagi derah termarjinal dan terpinggirkan dan pembangunan fisik dan mental. Namun itulah realitasnya. Prinsip otonomi  dengan memberikan pemekaran Humbang Hasundutan dalam percepatan pembangunan daerah yang tidak dapat dijangkau Kabupaten induk seperti mengalami arah yang sesat. Mungkinkah Papatar akan lebih maju dari yang sekarang apabila tetap berada dibawah naungan Tapanuli Utara? Soal betul atau tidak, biarlah kaum moralis yang menilai.

Kita akui, selain daerah yang terpinggirkan masyarakat PAPATAR dalam sejarah perpolitikan Humbang Hasundutan juga terberlakang mental. Begitu gampangnya kita dipecah-belah dengan ilusi-ilusi pembangunan tapi tak menyadari soal sepaket dan sepakat. Ilusi ini berkembang dengan cenderung bergantung pada orang lain yang menawarkan ilusi, hingga sama sekali tak mempunyai kemandirian politik. Bukankah selama sepuluh tahun lebih kita diinabobokan oleh pemerintah dengan motto mandiri dan sejahtera? Tapi bahkan sampai sekarang kita masih berjalan bermil-mil menembus batas perladangan demi sesuap nasi yang habis untuk besok? Disertai goyangan ibu lansia seolah-olah goyangan itu seindah dangdut "Mahumere Pak Jokowi. Saya justru melihat lansia-lansia itu tetap bersawah dan berladang karna generasi papatar belum sanggup bermodus demografi. Sebab generasi kita hanya samggup bertambal ban di rantau orang.

Selama ini berbicara PAPATAR hanya menjadi agenda lima tahunan. Dan dengan tidak cerdasnya, kita langsung berlomba-lomba memberi padi ketika kaum birokrat dan pemilik modal membicarakan tawaran pupuk. Bertahun-tahun kita mempertuan ilusi, hingga tak melihat lagi waktu sudah harusnya memberi perubahan.

Namun aku melihat saatnya sudah tiba. Serangan-serangan atas kesenjangan ini harus disampaikan terus-menerus kepada pemerintah sampai kita dianggap komunis. Pencerdasan-pencerdasan tentang kemandirian politik harus diberikan terus-menerus sampai kepelosok desa untuk membentuk identitas generasi seakan-akan kita demam akan perubahan.Dengan keyakinan anak manusia akan membangkitkan kemanusiaan. Kalau itu tidak kita lakukan, maka itu tak akan pernah lagi terjadi.

Ilusi itu sudah bisa kita timbang titik dan bobotnya untuk memastikan  janji politik tidak hanya dijawab dengan slogan-slogan dan baliho-baliho bergambar manusia berjubah putih. Yang bagi saya tak ada ubahnya seperti monster berpikiran sesat jika melihat  kondisi sosial ekonomi pembangunan di PAPATAR, seperti yang kita rasakan bertahun-tahun.

Kita harus secepatnya bergerak, sebab ada tertulis |"Persiapkanlah jalan bagi Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya". Tapi kalau jalan ke rumah kita saja berlobang-lobang, bagaimana masyarakat PAPATAR mau terberkati?

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Komentar