Parlilitan |
Jikalau kita menilik
panggung perayaan Humbang Hasundutan kemarin, sama sekali pemekaran bukan
ditujukan untuk rakyat. Tapi untuk kepentingan elit politik. Nampak begitu
maksimalnya Pemerintahan Humbang Hasundutan mendesain pesta demi menjamu
orang-orang yang berkuasa di Sumatera Utara ini. Itulah yang dapat saya disimpulkan,
bahwa pemekaran 14 tahun yang lalu hanya dinikmati tokoh elit politik yang coba
mengatas-namakan cita-cita rakyat.
Maka saya sebut saja
PAPATAR. Jikalau kita berkomentar tanpa melihat realita, memang akan lebih
nasionalis, lebih negarawan, lebih beretika dibanding coretan saya ini. Namun
dalam proses demokrasi serta partisipasi
politik masyarakat papatar masih dibiarkan dalam kebodohan untuk digunakan
sebagai sumber-sumber suara, dan selanjutnya tinggal dalam sebuah kenangan. Demi
itu, cita-cita pemekaran harusnya kita tanamkan bersama menjadi landasan
bergerak. Untuk menyuarakan bahwa mereka yang di dalam sana, tidak pantas
dipertaruhkan demi kemajuan daerah lain.
Dalam sejarah pergelutan
bangsa, memang tidak ada yang terjadi kebetulan. Cita-cita kehidupan masyarakat
PAPATAR yang lebih baik, tak akan muncul tanpa perkembangan pemikiran serta
tindakan yang dilakukan oleh kelompok terpelajar dalam menggenjot alibi pemerintah
dalam melakukan amanah rakyat. Maka ketika kita sadari selanjutnya, pergerakan
ini tak harus jadi pergerakan jalanan. Tapi menanamkan kesadaran, menanamkan
partisipasi demokrasi, pengetahuan, juga makna kepedulian seolah-olah kita
demam akan perubahan.
Untuk itu, perlu kita
tegaskan bahwa PAPATAR dalam kondisi yang sekarang jangan ditumbalkan demi
kepentingan elit politik. Biarlah perayaan kita hadiri dengan telanjang, untuk
menyatakan bahwa otak kita tidak
primordial, menunjukkan bahwa 14 tahun Humbang Hasundutan tidak akan bisa
menyembuhkan luka dan keringat selama puluhan tahun ketika cita-cita pemekaran
itu disepakati bersama.
Ini bukan seruan aksi, bukan
juga ajakan memberontak. Tapi mengingatkan bahwa kita juga hakikinya manusia.
Dan nyatanya belum ada tokoh terlihat yang memperhatikan relita yang terjadi di
PAPATAR. Hendaknya makna kepedulian kita teruskan, seperti seharusnya.
Salam Generasi Papatar
Azari Tumanggor