Menilik Praktik "Politik Ketakutan" Humbang Hasundutan















Belum lagi genap dua tahun masa kepemimpinan Bapak Bupati Dosmar Banjarnahor sudah terjadi berbagai polemik dalam pengambilan kebijakan oleh beliau. Berbagai hal yang viral dimulai dari pelantikan sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten Humbang hasundutan, serta masih banyak hal yang mengundang banyak kontroversi di media sosial. Mungkin saja akibat dari ketidak-puasan pelayanan publik jajaran pemerintah kabupaten, juga soal kepentingan personal atau kelompok partai, yang kemudian membawa arah politik abu-abu, dimana rakyat menjadi terabaikan kesejahteraannya.

Kalau misalnya kita membuka coretan lama, hal ini sudah menjadi ketakutan masyarakat terlebih golongan muda yang terbebas dari kepentingan politik. Praktik demokrasi yang tidak sehat, akan membuat para tokoh elit politik Humbang Hasundutan, masing-masing akan tertuju pada manipulasi pencitraan, bukan mengelola kenyataan, lebih mengutamakan kenyamanan dan kemenangan diri ketimbang kewajiban memajukan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial yang berkelanjutan. Itulah yang ujungnya terjadi, apabila yang terpilih baik dari eksekutif dan legislatif tidak mempunyai kepemimpinan yang berpihak kepada rakyat.

Sejenak mata kita tertuju dulu dalam kesenjangan ekonomi. Ketidak-stabilan harga pasar masih saja tetap mengeruk seluruh tenaga dan pikiran masyarakat yang mayoritas bertani. Bukankah harusnya kita lebih sibuk untuk menyiapkan segala akses pertanian, dengan kajian untuk berjuang meningkatkan kualitas produksi dan kestabilan harga? Itu akan sangat berharga dibanding bicara tentang eksistensi dan kedudukan.

Seperti yang dikatakan Geoff Mulgan (2007) “Pengaruh kualitas pemerintahan terhadap kebahagiaan (kesejahteraan) hidup jauh melampaui efek yang ditimbulkan oleh pendidikan, pendidikan, dan kesehatan, yang semuanya itu tergantung pada kualitas pemerintahan”. Maka dapat dikatakan kualitas dan relasi antara DPRD Humbang Hasundutan dengan badan eksekutif daerah sangat menjamin masalah kesejahteraan yang selama ini kita agung-agungkan.

Bapak Bupati, dan DPRD Bergegaslah
Akhir-akhir ini berbagai perbincangan negatif mulai membanjiri media sosial. Ketidak-singkronan antara sesama DPRD, antara DPRD dengan badan legislatif membuat masyarakat merasa kebingungan dan juga akan melemahkan partisipasi politik dan pembangunan daerah. Ketakutan politik yang disebarkan, membuat kita bertanya-tanya, siapa yang perlu disalahkan, apakah DPRD kabupaten, atau Bapak Dosmar Banjarnahor sebagai pelaksana pemerintahan.

Ketidak-transparasi ini tentu menurunkan ketidak percayaan publik diantara dua lembaga. DPRD yang merasa mewakili rakyat, dan bicara atas nama rakyat tapi belum lagi melakukan fungsinya sebagai legislasi, anggaran, dan pengawas kebijakan pemerintah daerah. Polemik proyek yang dulu begitu ramai diperbincangkan, sampai saat ini tak ada kejelasan, apakah itu sudah melanggar perundangan-undangan atau tidak. Itu tentu menyebabkan kekacauan tugas dan fungsi. Terlihat dari masih begitu eksisnya lembaga eksekutif membuat kebijakan yang berujung pada pergunjingan masyarakat. Sementara itu, bapak Dosmar Banjarnahor terlihat masih jauh melangkah dari visi-misi kampanye pilkada demokrasi kemarin.

Bercermin dari situ, maka sebuah kerinduan dan harapan yang sangat besar dari rakyat Humbang Hasundutan bahwa pemimpin kita, baik Bapak Bupati dan DPRD harus mampu  membangkitkan kembali  etos  kepahlawanan  yang  dapat  memulihkan  kembali harapan  rakyat.  Bahwa  krisis  dan kesulitan  yang  kita  hadapi  hari  ini  bukanlah  alasan untuk  mencari  kambing  hitam,  melainkan membuka  peluang  bagi  perubahan fundamental. Hendaknya  juga melalui tulisan ini diingatkan  bahwa warisan  terbaik  para  pendiri  bangsa  yang  perlu  kita teladani adalah “politik harapan” (politics of hope), bukan “politik ketakutan” (politics of fear). Republik  ini  berdiri  di  atas  tiang  harapan:  merdeka,  bersatu,  berdaulat,  adil  dan makmur.  Jika  kita  kehilangan  harapan,  kita  kehilangan  indentitas  sebagai  bangsa Indonesia dan orang batak yang berbudaya.

Pandangan politik yang terjadi bukan karena dorongan kepentingan tetapi karna dorongan gagasan untuk membangun Humbang Hasundutan. Maka Semua pihak harus menyadari bahwa politik, sebagaimana dikatakan Hannah Arendt, adalah  suatu “ruang  penjelmaan” (space  of  appearance) yang  memungkinkan  dan merintangi pencapaian manusia di segala bidang. Oleh karena itu, terang-gelapnya langit harapan di Humbang Hasundutan sangat ditentukan oleh warna politik kita.

Semoga DPRD dan Pemerintah Kabupaten dapat melayani dengan baik demi merealisasikan apa yang menjadi harapan masyarakat Humbang Hasundutan secara universal.

Horas...
Azari Tumanggor
(Himpunan Mahasiswa Pakkat)

”Hanya ada satu tanah yang bernama tanah airku, Humbang Hasundutan tercinta sebagai tanah kelahiranku. Ia akan makmur karena usaha, dan usaha itu ialah usahaku.”



Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Komentar